1. Kapal
Pengawas Perikanan
Kapal
Pengawas Perikanan adalah kapal
yang digunakan untuk melindungi sumber daya kelautan dan perikanan. Kapal
Pengawas Perikanan merupakan penegak hukum dilaut di bidang perikanan. Dalam
melakukan pengawasan berkoordinasi dengan TNI Angkatan Laut, Polair dan
Bakorkamla. Kapal Pengawas Perikanan berada dalam lingkup Ditjen
PSDKP naungan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Dalam melaksanakan tugasnya, Kapal Pengawas Perikanan dapat menghentikan,
memeriksa, membawa, dan menahan kapal yang diduga melakukan pelanggaran ke
pelabuhan terdekat untuk pemprosesan lebih lanjut.
Kapal pengawas perikanan (fishery patrol ship)
dalam dunia pelayaran sering disebut "Kapal Putih", Hal ini
karena kapal pengawas perikanan berwarna dominan putih mengingat warna abu-abu
maupun kamuflase hanya boleh untuk kapal militer.
Menurut perundangan-undangan, Kapal
Pengawas Perikanan adalah kapal pemerintah yang diberi tanda tertentu untuk
melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum di bidang perikanan dalam wilayah
pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia. Dalam melakukan pengawasan
kapal perikanan dilakukan di: Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik
Indonesia (WPPNRI); Pelabuhan perikanan atau pelabuhan bukan pelabuhan perikanan;
Pelabuhan umum yang ditetapkan sebagai pelabuhan pangkalan; Pangkalan
pendaratan ikan; Sentra-sentra kegiatan nelayan. Meskipun ada dari tahun 2003
namun perkembangan kapal pengawas perikanan di Indonesia masih dirasa kurang
karena wilayah pengelolaan perikanan republik Indonesia yang sangat luas. Saat
ini Indonesia memiliki 27 Kapal Pengawas Perikanan yang tersebar di berbagai
daerah diantaranya:
- 1. Stasiun PSDKP Belawan: Berpusat di Belawan Medan
- 2. Pangkalan PSDKP Jakarta: Berpusat di Muara Baru Jakarta
- 3. Stasiun PSDKP Pontianak: Berpusat di Sungai Rengas, Kab Kubu Raya, Kalimantan Barat
- 4. Pangkalan PSDKP Bitung: Berpusat di Bitung, Sulawesi Utara
- 5. Stasiun PSDKP Tual: Berpusat di Tual, Maluku.
2.2 Pelaksanaan Tugas Pengawas Perikanan
Pengawasan
pemanfaatan sumber daya perikanan merupakan bagian integral dari pengelolaan
sumber daya perikanan, untuk memastikan ketaatan terhadap instrumen atau
ketentuan/perijinan yang ditetapkan. Untuk mendukung pelaksanaan pengawasan
sumber daya perikanan, sesuai ketentuan Pasal 66B ayat (2) Undang–Undang Nomor
45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan, Menteri Kelautan dan Perikanan pada tanggal 14 April 2014 telah
menetapkan instrumen hukum bagi Pengawas Perikanan berupa Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor 17/PERMEN- KP/2014 tentang Pelaksanaan Tugas
Pengawas Perikanan.
Peraturan
Menteri KP yang diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM pada tanggal 24
April 2014, memiliki ruang lingkup pengaturan yang meliputi Pengawas Perikanan,
tata cara pelaksanaan tugas, tindak lanjut hasil pengawasan, pelaporan, dan
pembi- naan Pengawas Perikanan.
Peraturan
Menteri ini menjadi payung hukum bagi Pengawas Perikanan dalam pelaksanaan
tugas di lapangan, sehingga tidak ada lagi keragu-raguan dalam bertindak. Sesuai
dengan Permen tersebut, pelaksanaan tugas Pengawas Perikanan dilaksanakan di
Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI), kapal
perikanan, pelabuhan perikanan dan/atau pelabuhan lainnya yang ditunjuk,
pelabuhan tangkahan, sentra kegiatan perikanan, area pembenihan ikan, area
pembudidayaan ikan, Unit Pengolahan Ikan (UPI), dan/atau kawasan konservasi
perairan. Apabila dalam pelaksanaan pengawasan perikanan ditemukan atau patut
diduga adanya tindak pidana perikanan atau patut diduga adanya tindak pidana
perikanan dan adanya bukti permulaan yang cukup, Pengawas Perikanan wajib
menindaklanjuti dengan menyerahkan kepada Penyidik di bidang perikanan untuk
diproses lebih lanjut. Selanjutnya
Peraturan Menteri tersebut juga mengatur kewenangan Menteri Kelautan dan
Perikanan mengangkat dan memberhentikan Pengawas Perikanan, yang pelaksanaannya
didelegasikan kepada Direktur Jenderal PSDKP. Adapun syarat seseorang dapat
diangkat sebagai Pengawas Perikanan meliputi PNS yang bekerja di bidang
perikanan dengan pangkat paling rendah Pengatur Muda Tingkat I, golongan ruang
II/b, telah mengikuti pendidikan dan pelatihan Pengawas Perikanan yang
dibuktikan dengan sertifikat dan sehat jasmani dan rohani. PNS yang dapat
diangkat sebagai Pengawas Perikanan berasal dari PNS pada KKP, pemerintah
daerah provinsi/kabupaten/kota. Sedangkan, pemberhentian Pengawas Perikanan
dilakukan apabila Pengawas Perikanan telah dialihtugaskan dari bidang pe-
ngawasan perikanan, mengundurkan diri sebagai Pengawas Perikanan, tidak cakap
dalam menjalankan tugasnya, menyalahgunakan wewenang dalam menjalankan tugas
dan fungsinya, telah ditetapkan menjadi terdakwa, berhalangan tetap, atau
diberhentikan dari PNS. Sementara itu, untuk meningkatkan kemampuan Pengawas
Perikanan, juga diatur dalam Permen tentang perlu- nya kurikulum diklat disusun
bersama oleh Direktorat Jenderal PSDKP dan Badan Pengembangan SDM Kelautan dan
Perikanan (BPSDMKP)
2.3 Pengawas Perikanan
Ditjen. PSDKP
Pengawas Perikanan Ditjen. PSDKP
merupakan ujung tombak pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan bersama
Kapal Pengawas untuk melawan Illegal,
Unreported dan Unregulated Fishing (IUU Fishing).
Sesuai Keputusan Dirjen Pengawasan
Sumber Daya Kelautan dan Perikanan nomor: KEP.08/DJ-PSDKP/2014 tentang tentang
Penetapan Pengawas Perikanan Pada Unit Pelaksana Teknis, Satuan Kerja dan Pos
Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, salah satu tugas pengawas
ditetapkan melaksanakan tugas sesuai dengan Pasal 66, Pasal 66 B dan Pasal 66 C
Undang-undang nomor 45 tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 31
tahun 2004 tentang Perikanan, yaitu:
Pasal 66
1) Pengawasan perikanan dilakukan oleh
pengawas perikanan;
2) Pengawas perikanan bertugas untuk
mengawasi tertib pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perikanan;
3) Pengawasan tertib pelaksanaan
peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat 2) meliputi:
a. kegiatan penangkapan ikan;
b. pembudidayaan ikan, pembenihan;
c. pengolahan, distribusi keluar masuk
ikan;
d. mutu hasil perikanan;
e. distribusi keluar masuk obat ikan;
f. konservasi;
g. pencemaran akibat perbuatan
manusia;
h. plasma nutfah;
i. penelitian dan pengembangan
perikanan;
j. ikan hasil rekayasa genetik.
Pasal 66 A
1) Pengawas perikanan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 66 merupakan pegawai negeri sipil yang bekerja di bidang
perikanan yang diangkat oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk;
2) Pengawas perikanan sebagaimana
dimaksud pada ayat 1) dapat dididik untuk menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Perikanan;
3) Pengawas perikanan sebagaimana
dimaksud pada ayat 2) dapat ditetapkan sebagai pejabat fungsional pengawas
perikanan;
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
jabatan fungsional pengawas perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat 3) diatur
dengan Peraturan Menteri.
Pasal 66 B
Pasal 66 B
1) Pengawas perikanan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 66 melaksanakan tugas di:
a. wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia;
a. wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia;
b. kapal perikanan;
c. pelabuhan perikanan dan/atau
lainnya yang ditunjuk;pelabuhan;
d. pelabuhan tangkahan;
e. sentra kegiatan perikanan;
f. area pembenihan ikan;
g. area pembudidayaan ikan;
h. unit pengolahan ikan; dan/atau;
i. kawasan konservasi perairan.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
tugas pengawas perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1) diatur dalam
Peraturan Menteri.
Pasal 66 C
Pasal 66 C
(1) Dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66, pengawas perikanan berwenang:
a. memasuki dan memeriksa tempat
kegiatan usaha perikanan;
b. memeriksa kelengkapan dan keabsahan
dokumen usaha perikanan;
c. memeriksa kegiatan usaha perikanan;
d. memeriksa sarana dan prasarana yang
digunakan untuk kegiatan perikanan;
e. memverifikasi kelengkapan dan
keabsahan SIPI dan SIKPI;
f. mendokumentasikan hasil
pemeriksaan;
g. mengambil contoh ikan dan/atau
bahan yang diperlukan untuk keperluan pengujian laboratorium;
h. memeriksa peralatan dan keaktifan
sistem pemantauan kapal perikanan;
i. menghentikan, memeriksa, membawa,
menahan, dan menangkap kapal dan/atau orang yang diduga atau patut diduga
melakukan tindak pidana perikanan di wilayah pengelolaan perikanan Negara
Republik Indonesia sampai dengan diserahkannya kapal dan/atau orang tersebut di
pelabuhan tempat perkara tersebut dapat diproses lebih lanjut oleh penyidik;
j. menyampaikan rekomendasi kepada
pemberi izin untuk memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
k. melakukan tindakan khusus terhadap
kapal perikanan yang berusaha melarikan diri dan/atau melawan dan/atau
membahayakan keselamatan kapal pengawas perikanan dan/atau awak kapal
perikanan; dan/atau
l. mengadakan tindakan lain menurut
hukum yang bertanggung jawab.
2) Pengawas perikanan sebagaimana
dimaksud pada ayat 1) dalam melaksanakan tugasnya dapat dilengkapi dengan
kapal pengawas perikanan, senjata api, dan/atau alat pengaman diri.
2.4
Kewenangan Pengawas Perikanan
Pengawasan sumber daya perikanan merupakan bagian
integral dari pengelolaan sumber daya perikanan, untuk memastikan ketaatan hukum
dalam pengelolaan sumber daya perikanan di Indonesia maka dibutuhkan pengawasan
perikanan yang dilakukan oleh Pengawas Perikanan yang mempunyai tugas mengawai
tertib pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan,
hal ini berdasarkan Pasal 66 UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU
Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Untuk mendukung pelaksanaan pengawasan sumber
daya perikanan, Menteri Kelautan dan Perikanan pada tanggal 14 April 2014 telah
menetapkan instrumen hukum bagi Pengawas Perikanan berupa Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor 17/PERMEN- KP/2014 tentang Pelaksanaan Tugas
Pengawas Perikanan.
Pengawas Perikanan terdiri dari PNS pada
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi
(DKP Provinsi), Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota (DKP
Kabupaten/Kota) hal ini berdasarkan pasal 4 Permen KP No. 17 Tahun 2014. Untuk
pengangkatan dan pemberhentian Pengawas Perikanan yang berasal dari pemerintah
daerah atau kabupaten/kota dilakukan oleh Direktur Jenderal Pengawasan Sumber
Daya Perikanan (Dirjen PSDKP) berdasarkan usulan dari Kepala DKP Provinsi dan
DKP Kabupaten/Kota hal ini sesuai dengan pasal 6. Selanjutnya Peraturan Menteri
tersebut juga mengatur kewenangan Menteri Kelautan dan Perikanan mengangkat dan
memberhentikan Pengawas Perikanan, yang pelaksanaannya didelegasikan kepada
Dirjen PSDKP. Adapun syarat seseorang dapat diangkat sebagai Pengawas Perikanan
meliputi PNS yang bekerja di bidang perikanan dengan pangkat paling rendah
Pengatur Muda Tingkat I, golongan ruang II/b, telah mengikuti pendidikan dan
pelatihan Pengawas Perikanan yang dibuktikan dengan sertifikat dan sehat
jasmani dan rohani. Sedangkan, pemberhentian Pengawas Perikanan dilakukan
apabila Pengawas Perikanan telah dialihtugaskan dari bidang pe ngawasan
perikanan, mengundurkan diri sebagai Pengawas Perikanan, tidak cakap dalam
menjalankan tugasnya, menyalahgunakan wewenang dalam menjalankan tugas dan
fungsinya, telah ditetapkan menjadi terdakwa, berhalangan tetap, atau
diberhentikan dari PNS.
Dalam Pasal 9 diatur mengenai wilayah tugas
Pengawas Perikanan, yaitu di :
- WPP-RI;
- kapal perikanan;
- pelabuhan perikanan dan/atau pelabuhan lainnya yang ditunjuk;
- pelabuhan tangkahan;
- entra kegiatan perikanan;
- area pembinahan ikan;
- area pembenihan ikan;
- area pembudidayaan ikan;
- UPI; dan/atau
- kawasan konservasi perikanan
Apabila dalam
pelaksanaan pengawasan perikanan ditemukan atau patut diduga adanya tindak
pidana perikanan atau patut diduga adanya tindak pidana perikanan dan adanya
bukti permulaan yang cukup, Pengawas Perikanan wajib menindaklanjuti dengan
menyerahkan kepada Penyidik di bidang perikanan untuk diproses lebih lanjut.
Dalam Pasal 10 diatur mengenai pelaksanaan tugas
Pengawas Perikanan di WPP RI sebagaimana dalam Pasal 9 huruf a, dilakukan
terhadap: penangkapan ikan,pembudidayaan ikan dan pembenihan ikan, pengangkutan
dan distribusi keluar masuk ikan, perlindungan jenis ikan, terjadinya
pencemaran akibat perbuatan manusia, pemanfaatan plasma nutfah, penelitian dan
pengembangan perikanan. Untuk pelaksanaan tugasnya Pengawas Perikanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan patroli pengawasan dan
pemantauan pergerakan kapal perikanan.
Kewenangan wilayah tugas untuk Pengawas
Perikanan yang berasal dari DKP Provinsi dan DKP Kabupaten/Kota, pada masa
berlakunya UU No. 32 Tahun 2004 diatur dalam Pasal 18 yang menentukan wilayah
tugas Pengawas Perikanan DKP Provinsi yaitu 12 Mil laut dari garis pantai
sedangkan DKP Kabupaten/Kota 1/3 Mil laut atau 4 Mil laut dari wilayah
provinsi. Dengan adanya kewenangan Pengawas Perikanan Kabupaten/Kota
anggaran pengawasan dari KKP kepada pemerintah kabupaten/kota dapat langsung
disalurkan melalui pemerintah provinsi, demikian halnya juga dalam hal
pendukung pengawasan perikanan berupa speedboat dan barang invetaris pengawas
lainnya. Setelah UU Nomor 32 Tahun 2004 tidak berlaku dan digantikan dengan
UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terdapat polemik khususnya,
di sini membahas kewenangan pemerintah kabupaten/kota atas urusan bidang
kelautan dan perikanan. Lebih khusus lagi karena kewenangan pengelolaan
sumberdaya laut akan ada di propinsi. Bahwa ini akan berimbas pada pengawasan
sumber daya kelautan dan perikanan yang notabene sebelumya dikelola oleh
pemerintah kabupaten/kota untuk jarak 4 mil laut.
Dalam Pasal 27 UU No. 32 Tahun 2014 sama sekali
tidak tetulis kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam hal mengelola sumber
daya alam di laut, yang ada hanyalah kewenangan pemerintah provisi dalam hal
eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut di luar
minyak dan gas bumi, pengaturan administratif, pengaturan tata ruang, ikut
serta dalam memelihara keamanan di laut dan ikut serta dalam mempertahankan
kedaulatan negara.
Kewenangan pemerintah kabupaten/kota hanyalah
dalam hal pembagian bagi hasil yang ada dalam Pasal 14 UU No. 23 Tahun 2014
menyangkut masalah perikanan tangkap yang terdiri dari pemberdayaan nelayan
kecil, dan pengelolaan penyelenggaran tempat pelelangan ikan. Dan juga
menyagkut perikanan budidaya yang terdiri dari penerbitan IUP, pemberdayaan
usaha kecil pembudidayaan ikan dan pengelolaan ikan.
Dengan adanya perubahan aturan ini, ada
kekhawatiran program yang disusun pemkab atau pemkot tidak diakomodir. Apalagi
turunan berupa peraturan pemerintah hingga saat ini belum ada, Tentunya hal ini
menimbulkan kekhawatiran dan kevakuman kewenangan. Sedangkan dengan dihapusnya
kewenangan pengawas perikanan kabupaten/kota hal ini berdampak pada
pemberdayaan SDM Pengawas Perikanan kabupaten/kota, dan juga anggaran KKP ke
kabupaten/kota akan menggunakan dana dekonsentrasi kepada pemerintah provinsi.
Komentar
Posting Komentar